Cerita ini aku denger di mobil, di sebuah radio lokal Surabaya…
Aku akan ceritakan ulang versiku (seinget ku maksudnya) hehehe
Here we go
Sebut saja namanya Kenny. Dia pemuda biasa dari sebuah kota biasa, bukan kota besar yang biasa menelurkan orang besar, tapi hanyalah sebuah kota kecil di bawah gunung. Kenny memang dari usia 2tahun punya skill dan talenta yang sangat besar di bidang musik…
Long story short…
Happily ever after, The End…. Ooow noooo that’s the story of fairytales hahaha….
Singkat cerita, Kenny berhasil menjadi seorang musisi besar di kota besar. Namanya dikenal di seluruh pelosok negeri. Sampai suatu hari dia punya kesempatan untuk mengadakan resital di kota asalnya.
Senang luar biasa tentunya, Kenny berlatih dan berlatih memepersiapkan resital “Come Home”nya dengan baik.
Tibalah hari yang dinantikannya…
Dentingan gitar akustik yang emang dipelajari dan ditekuninya sejak kecil mulai mewarnai seluruh sudut gedung pertunjukan di kota itu. Satu per satu lagu dia suguhkan…. Setiap selesai satu lagu, penonton bersoraaaak.. tepuk tangan… standing ovation bahkan….
“Moreeee…. We want moree…” celetuk seorang pemuda di tengah bangku penonton waktu Kenny beranjak dari kursinya dan pamit kepada penonton, yang kemudian diikuti dengan berdirinya seluruh penonton di situ sambil berteriak “MORE MORE MORE MORE MORE”
Kenny tersenyum dan mengucapkan terimakasihnya, tapi sayangnya dia ga memberikan tambahan pertunjukan.
Balik layar… *masih terdengar suara sorak sorai dan teriakan MORE MORE
“kenapa Ken? Bukannya lu masih punya satu lagu yg emang lu persiapin kalo ada waktu lebih bukan? C’mon… u did Great pal..” produser sekaligus sahabat baik Kenny bertanya terheran heran
Sambil mengintip di balik layar, Kenny bilang
“lo lihat bapak tua yang duduk di kursi VIP di atas balkon itu?”
“ya… emang kenapa?”
“He’s not stand up…. Not even clapping his hand man…. Itu tandanya gue masih kurang bagus.. Gue akan berlatih lagi dan kembali lagi kesini ketika aku sudah siap”
“whaaaat? Oh C’mooon dude…. Tujuh ribu penonton Ken.. tu..juh…ri…bu… mereka semua berdiri bersorak mengelu2kan nama lu… masak cuma karena Bapak tua yg ga memuji lu, lu jadi gini? 7000 orang di kota kecil ini bukan orang yang dikit ken.. ini hampir setengah isi kota ini bukan?”
“u don’t know.. u just don’t know… lemme tell u…. Bapak tua itu bukan orang biasa. Dia guru gue, yang bikin gue termotivasi untuk menekuni gitar… Dia yang ga pernah berhenti dengan sabarnya melatih dan memberikan tujuan dalam hidup gw ini…..
terlebih lagi… dia…. Ayahku….
Kalo gue masih belum bisa membuat nya berdiri dan bangga… enam ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang lainnya ga berarti buat gw..”
“….”
Terdiam, produser sekaligus sahabat Keny ini mulai mengerti kenapa Bapak tua itu penting
“Gue akan kembali lagi kesini, dan akan gue buat dia tersenyum, berdiri dan bertepuk tangan tanda kebanggannya akan gue… by the time it happens… kalopun 10.000 orang lainnya ga berdiri… gue ga peduli…. He means a lot to me”
cerita ini lebay sih… tapi mungkin bisa terjadi…
Yesus yang duduk di sebelah kanan Bapa, berdiri… tanda bangga akan Stefanus yang telah rela dirajam untuk membela nama Yesus.
Buat Stefanus, cemoohan ribuan orang yahudi, ga berarti buat dia. Hanya Yesus yang berarti…
Bulan ini di gereja sibuk membahas tentang prioritas, kotbah yang accidentally aku denger di radio di Surabaya ini somehow nyambung ama beberapa kotbah di gereja…
Ketika kita, orang kristen, bilang prioritas nomer satu ialah Tuhan, kedua keluarga, ketiga…. Keempat…. Kelima….
Let’s ask ourselves… Really? Emang bener Tuhan udah jadi priortitas dalam hidup kita?
Ps. Sydney minggu lalu menutup kotbahnya dengan kata kata ini:
Kalo emang Tuhan menjadi yang terutama dalam hidupmu, seharusnya dia bahkan ga masuk dalam list prioritas tersebut. Seharusnya, dia ada dalam setiap nomer, setiap aspek dalam hidup kita.
Dia ada dalam keluarga, Dia ada dalam kerjaan, Dia ada dalam pelayanan, Dia ada dalam setiap aspek besar dan kecil dari hidupmu…
Apakah 6999 orang lain itu bisa menggantikan seorang Yesus yang berdiri dan berkata “well done, my good and faithfull servant”
Cerita ini aku persembahkan buat teman teman Performing Art… yang mungkin uda mulai capek, mulai kebingungan mengatur jadwal, di tengah kesibukan masing masing kita, kita harus latihan 3 kali seminggu.. bahkan 4 kali seminggu dalam 2 bulan ke depan…
Well, let’s remember our first priority.. we do this bukan untuk buat penonton kagum, bukan untuk supaya kita kelihatan keren… bukan untuk melihat 2000 penonton standing ovation… bukan untuk comment facebook “wow kereeen…”, bukan untuk tweet “kalian bermain hebat” yang di retweet ribuan rang lainnya..
Bukan..
We do this because we want to make Him proud… We do this for His glory… His glory only…
Bermegahlah karena Dia… ☺
Let’s learn together
Hav a fruitful day
GBU
☺
Creativity: A life beyond boundaries
8 years ago
1 comment:
Post a Comment